Malam ini seorang adik kelas menelepon saya. Menanyakan beberapa hal tentang pekerjaan karena dia akan ditest besok di sebuah perusahaan penerbitan. Ada kekhawatiran dalam dirinya seandainya dia tak mampu mengerjakan tes yang diberikan. Bertanya banyak hal yang tak bisa saya jawab semua. Yah, lagi-lagi saya katakan bahwa tipikal setiap perusahaan itu bebrbeda. Saya hanya bisa memberikan gambaran hal-hal yang pernah saya alami.
Pembicaraan kami mengalir hingga pada ketidakpuasan kepada dirinya sendiri. Awalnya, dia bercerita mengenai temannya yang mulai stress karena tak kunjung mendapat pekerjaan. Kemudian, dia mulai mengakui kalau dirinya pun tak jauh berbeda. Akhirnya, adik kelas saya itu mengungkapkan kekecewaan karena berkali-kali test di perusahaan, tapi berkali-kali pula dia gagal.
Rasa optimisme dan kepercayaan dirinya mulai luntur seiring dengan berbagai hal yang harus dihadapi. Iri melihat teman-temannya sudah bekerja. Stress karena masih terus menganggur. Bingung karena kebutuhan terus menuntut. Saat itu saya jadi ingat dengan pengalaman saya sendiri.
Saya pernah dalam posisi dia. Begitu lulus, harus menganggur dulu. Sekitar 6 bulan saya harus menunggu pekerjaan yang baru setelah saya melepas pekerjaan pertama saya. Bukannya tidak ada panggilan. Ada beberapa panggilan, tapi tidak cocok dan saya tidak masuk kriteria.
Saat-saat menganggur saat itu adalah pengalaman yang sangat tidak menyenangkan. Menjadi pesimis, rendah diri dan bodoh. Masa mengganggur pun menganggu stabilitas emosi saya. Menjadi tidak produktif dan kurang bersemangat. Hingga akhirnya saya pun dipaggil untuk tes dan interview di
sebuah penerbitan. Saya harus bersaing dengan 5 orang lainnya saat itu. Saya hanya minta yang terbaik kalau memang itu pekerjaan yang tepat buat saya. Alhamdulillah, saya pun diterima di tempat tersebut. Saya musti belajar banyak hal untuk bisa bekerja di tempat tersebut.
Saat menganggur saya tak mengetahui kalau tersimpan misteri yang menjadi jalan hidup saya. Saya harus berlama-lama menanti untuk mendapat panggilan kerja, tapi justru di tempat tersebut saya banyak mendapat pengalaman dan pelajaran. Hingga tiga tahun kemudian saya berusaha merintis karir mandiri setelah mendapatkan ilmu dari tempat saya bekerja yang bisa dibilang batu lompatan bagi saya.
Ketika usaha sudah mulai berkembang pun, saya pernah dihadapkan pada situasi menganggur. Order sepi, pemasukan berkurang, padahal biaya operasional terus berjalan. Saya sibuk dengan diri saya sendiri yang menyalahkan keadaan kosong. Hingga kemudian, lagi-lagi saya mendapat pelajaran dan hikmah atas ”kekosongan” sesaat yang memang harus dilalui.
Kita sering merasa tertipu dengan ketidakberhasilan dalam suatu masa. Menyalahkan diri yang tak sanggup menjalani berbagai hal di depan mata. Tak sanggup mendapat pekerjaan dalam waktu yang cepat. Merasa tertinggal dari siapapun.
Kekosongan saat menganggur menjadi waktu yang tersia-sia. Seolah-olah waktu berhenti sesaat untuk mendengarkan keluh kesah kita, dan perasaan stress yang terus menganggu. Hingga kemudian kita baru sadari, Allah akan memberikan yang terbaik untuk kita, kalau kita terus berusaha, mencoba dan berdoa. Meyakini kalau di setiap pribadi ada potensi yang harus terus digali. Kreativitas dalam diri yang bisa terus diasah hingga tak ada kata ”menganggur” lagi dalam kamus kita.
From : DiC [ababil5@yahoo.com]
Pembicaraan kami mengalir hingga pada ketidakpuasan kepada dirinya sendiri. Awalnya, dia bercerita mengenai temannya yang mulai stress karena tak kunjung mendapat pekerjaan. Kemudian, dia mulai mengakui kalau dirinya pun tak jauh berbeda. Akhirnya, adik kelas saya itu mengungkapkan kekecewaan karena berkali-kali test di perusahaan, tapi berkali-kali pula dia gagal.
Rasa optimisme dan kepercayaan dirinya mulai luntur seiring dengan berbagai hal yang harus dihadapi. Iri melihat teman-temannya sudah bekerja. Stress karena masih terus menganggur. Bingung karena kebutuhan terus menuntut. Saat itu saya jadi ingat dengan pengalaman saya sendiri.
Saya pernah dalam posisi dia. Begitu lulus, harus menganggur dulu. Sekitar 6 bulan saya harus menunggu pekerjaan yang baru setelah saya melepas pekerjaan pertama saya. Bukannya tidak ada panggilan. Ada beberapa panggilan, tapi tidak cocok dan saya tidak masuk kriteria.
Saat-saat menganggur saat itu adalah pengalaman yang sangat tidak menyenangkan. Menjadi pesimis, rendah diri dan bodoh. Masa mengganggur pun menganggu stabilitas emosi saya. Menjadi tidak produktif dan kurang bersemangat. Hingga akhirnya saya pun dipaggil untuk tes dan interview di
sebuah penerbitan. Saya harus bersaing dengan 5 orang lainnya saat itu. Saya hanya minta yang terbaik kalau memang itu pekerjaan yang tepat buat saya. Alhamdulillah, saya pun diterima di tempat tersebut. Saya musti belajar banyak hal untuk bisa bekerja di tempat tersebut.
Saat menganggur saya tak mengetahui kalau tersimpan misteri yang menjadi jalan hidup saya. Saya harus berlama-lama menanti untuk mendapat panggilan kerja, tapi justru di tempat tersebut saya banyak mendapat pengalaman dan pelajaran. Hingga tiga tahun kemudian saya berusaha merintis karir mandiri setelah mendapatkan ilmu dari tempat saya bekerja yang bisa dibilang batu lompatan bagi saya.
Ketika usaha sudah mulai berkembang pun, saya pernah dihadapkan pada situasi menganggur. Order sepi, pemasukan berkurang, padahal biaya operasional terus berjalan. Saya sibuk dengan diri saya sendiri yang menyalahkan keadaan kosong. Hingga kemudian, lagi-lagi saya mendapat pelajaran dan hikmah atas ”kekosongan” sesaat yang memang harus dilalui.
Kita sering merasa tertipu dengan ketidakberhasilan dalam suatu masa. Menyalahkan diri yang tak sanggup menjalani berbagai hal di depan mata. Tak sanggup mendapat pekerjaan dalam waktu yang cepat. Merasa tertinggal dari siapapun.
Kekosongan saat menganggur menjadi waktu yang tersia-sia. Seolah-olah waktu berhenti sesaat untuk mendengarkan keluh kesah kita, dan perasaan stress yang terus menganggu. Hingga kemudian kita baru sadari, Allah akan memberikan yang terbaik untuk kita, kalau kita terus berusaha, mencoba dan berdoa. Meyakini kalau di setiap pribadi ada potensi yang harus terus digali. Kreativitas dalam diri yang bisa terus diasah hingga tak ada kata ”menganggur” lagi dalam kamus kita.
From : DiC [ababil5@yahoo.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar