Perbedaan
Penulis : Syaifoel Hardy
Perbedaan adalah rahmah. Begitulah Rasulullah SAW pernah bersabda. "Karena itu perbedaan hendaklah tidak menjadikan kita saling menghasut, mencela, membenci, membelakangi, dan sebagainya. Sesama muslim adalah saudara, tidak mendholimi, tidak meremehkan dan tidak menghina." (HR. Muslim).
Di jaman Orde Baru (Baca : Rezim Soeharto) slogan Bhinneka Tunggal Ika begitu kuat ditanamkan kepada khususnya para siswa, pelajar dan mahasiswa, bahkan pegawai negeri yang sedang menjalani penataran Pra Jabatan. Semuanya mahfum bahwa Indonesia yang terdiri lebih dari 14 ribu pulau, dan lebih dari 300 suku menunjukan adanya perbedaan. Kalaupun sesudah ambruknya Orba lantas terjadi pertikaian disana-sini, pergolakan politik, perebutan kursi parlemen yang tidak sehat, goncangan ekonomi, serta menurunnnya wibawa kepemimpinan bahkan ulama kita, adakah ini lantaran melunturnya rasa 'berbeda namun satu jua' ini?
Penulis : Syaifoel Hardy
Perbedaan adalah rahmah. Begitulah Rasulullah SAW pernah bersabda. "Karena itu perbedaan hendaklah tidak menjadikan kita saling menghasut, mencela, membenci, membelakangi, dan sebagainya. Sesama muslim adalah saudara, tidak mendholimi, tidak meremehkan dan tidak menghina." (HR. Muslim).
Di jaman Orde Baru (Baca : Rezim Soeharto) slogan Bhinneka Tunggal Ika begitu kuat ditanamkan kepada khususnya para siswa, pelajar dan mahasiswa, bahkan pegawai negeri yang sedang menjalani penataran Pra Jabatan. Semuanya mahfum bahwa Indonesia yang terdiri lebih dari 14 ribu pulau, dan lebih dari 300 suku menunjukan adanya perbedaan. Kalaupun sesudah ambruknya Orba lantas terjadi pertikaian disana-sini, pergolakan politik, perebutan kursi parlemen yang tidak sehat, goncangan ekonomi, serta menurunnnya wibawa kepemimpinan bahkan ulama kita, adakah ini lantaran melunturnya rasa 'berbeda namun satu jua' ini?
Kenyataan ini ternyata belum membuat kita sadar bahwa 'Bhinneka Tunggal Ika' yang digembar-gemborkan Orba tidak membuahkan hasil memuaskan. Apalagi ini adalah buah pikiran Gajah Mada yang 'digali' oleh politikus kita sementara mengenyampingkan contoh kepemimpinan kenegaraan yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW serta kekhalifaan Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali (RA). Bukankah pada masa itu rakyat mereka juga majemuk, terdiri dari berbagai macam suku dan agama di wilayah yang jauh lebih besar dibanding Indonesia? Adakah 'konsep' kenegaraan para pemimpin Islam ini dianggap 'out of date' yang tidak layak diterapkan pada masa kini? Akibatnya? Kita jadi korban 'uji coba' negarawan-negarawan yang pada dasarnya 'tidak belajar' sejarah. Islam hanya 'dongeng' di masa SD hingga perguruan tinggi di dalam sistem pendidikan kita. Pendidikan agama bukan menjadi sandaran hidup akan tetapi sekedar 'pelengkap' kurikulum kehidupan kita.
Menata sebuah negara ibarat membangun rumah walaupun tidak identik. Arsitekturnya harus dipikirkan matang sehingga kelak tidak ditemui dalam jangka pendek retaknya tembok, keroposnya tiang, rontoknya genting hanya karena angin, bocornya pipa, dan lain-lain. Apakah untuk mempersiapkannya harus dibayar mahal? Bisa jadi. Namun diatas itu semua yang penting adalah perencanaan tadi. Bukankah rumah yang 'cantik' tidak harus selalu mahal? Kamar mandi tidak harus sama dengan ruang makan baik bentuk maupun ukurannya, demikian halnya kamar tidur dan ruang tamu. Meski demikian yang namanya kesan, terutama bagi tamu, harus jadi bahan pertimbangan. Pepatah mengatakan jika ingin tahu kebersihan asli sebuah rumah, lihatlah kamar mandinya.
Ibarat bangunan rumah tadi, Indonesia 'baru' berumur 56 tahun, masih terlalu muda jika dibanding Gedung Putih di Washington atau Penjara Versailles di Paris, apalagi Piramida di Mesir. Kalau luntur catnya, retak dindingnya, keropos tiang-tiangnya, siapa yang disalahkan? Arsiteknya pasti! Konstruksi kamar mandi yang kurang sempurna memberikan kesan perencanaan bangunan rumah tersebut ada yang kurang beres. Apakah dengan melongok Irian Jaya bisa dipakai sebagai gambaran Indonesia seutuhnya? Apakah Jakarta sama dengan Indonesia? Memang tidak! Namun melukiskan demikianlah sebagian wajah Indonesia. Inilah kualitas rumah kita. Inilah buah perbedaan yang dipetik sesudah ditanam puluhan tahun lalu dalam kerangka 'Bhinneka Tunggal Ika' yang kemudian 'dipoles' oleh Soeharto dalam wadah Orde Baru.
Kerusuhan, konflik antar etnik dan agama, demonstrasi serta berbagai bentuk penyelewengan pasca Orba ini merupakan pola pengekspresian perbedaan pendapat sebagian warga Indonesia sebagai akibat ketidakpuasan yang oleh sementara orang dikatakan sebagai tindakan destruktif, sekalipun para pelakunya menolak pendapat ini. Karena cara demikianlah satu-satunya yang dianggap tepat oleh mereka walaupun mereka sadar atau tidak sudah tahu akibatnya. Timbulnya kerusakan, macetnya lalu-lintas, melambungnya harga bahan pokok hingga melayangnya jiwa manusia adalah sebagian yang bisa disebut. Singkatnya, ini semua muncul karena adanya perbedaan tadi. Bisakah hal ini diselesaikan?
Perbedaan. Satu kata, akan tetapi bisa berakibat fatal jika tidak diakomodasikan dengan bijak. Dan semua itu bisa berangkat dari yang terkecil. Kita bersihkan kamar mandi sedikitnya sekali dalam seminggu. Menaruh sabun, sikat dan pasta gigi pada tempatnya, mengeringkan lantai sesudah mandi adalah pekerjaan yang 'ringan'. Adakah kerjaan ini 'sepele'? Kelihatannya ya! Namun pada dasarnya demikianlah sistematika kehidupan kita ini seharusnya 'dimulai'. Dari yang terkecil. Cara pandang kita boleh berbeda, artinya orang boleh berbeda pendapat dimana harus meletakkan sabun, sikat maupun pasta giginya, tapi harus pada tempatnya. Kebanyakan kita kurang memperhatikan faktor 'sepele' ini, sehingga tidak jarang penampilan rapi, berbaju keren, dasi lengket dengan parfumnya bisa jadi hanya mercusuar. Semu! Munafik kamus agama mengistilahkan.
Dalam konteks kenegaraan, adalah undang-undang yang mengatur dan mengikat seluruh bentuk hidup dan kehidupan seluruh warga negara dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Dalam melaksanakan konsep ini mestinya tidak berlaku sistim 'karang-mengarang'. Ibarat sebuah elektronik, sudah ada panduannya (operating instructions). Didalamnya terdapat berbagai macam komponen yang berbeda baik bentuk maupun fungsinya. Bila salah menekan tombol akan muncul 'error'. Barangsiapa yang meniru 'manual' ini, tidak akan bertahan lama, bukan 'original', alias palsu.
Adakah Bhinneka Tunggal Ika itu pil pahit yang dipaksakan untuk ditelan Bangsa Indonesia? Andai pun tidak dipaksakan toh Bangsa Indonesia sudah 'muntah' dalam 3 tahun terakhir ini sesudah 3 dasawarsa mendapat 'complement'. 'Sesungguhnya Al-Qur'an ini memberi petunjuk kepada jalan yang lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal soleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar' (QS. Al-Isra' : 9). Ayat ini memberikan acuan kepada kita untuk merujuk kepada aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, dicontohkan oleh Rasullah SAW kepada kita jika mengalami perbedaan yang tidak berujung penyelesaiannya mulai dari konflik perseorangan, rumah tangga hingga kenegaraan. Rasulullah bukan hanya Rasul pilihan Allah, namun juga pribadi, lelaki, suami, kepala rumah tangga, pemimpin serta negarawan terbaik yang pernah ada di muka bumi ini, yang hanya Allah SWT sebagai 'Arsitek'nya. Jika tidak merujuk kepada 'Operating Instructions' Nya, setiap individu akan menempuh cara mereka sendiri yang tidak jarang malah merusak.
Inilah fenomena yang kita hadapi saat ini. Pemimpin negara dan para alim ulama sudah kehilangan pamornya. Kalau sudah demikian, apalagi yang bisa diharapkan?
Perbedaan adalah Sunatullah. Bukankah Allah SWT menjadikan kita berbeda-beda supaya kita mengenal satu sama lain? Marilah kita terima perbedaan ini dengan tangan terbuka. Selama perbedaan itu positif dan akan membuahkan kemaslahatan bersama kenapa harus dipertentangkan? 'Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan berbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan' (QS. Al-Hajj : 77). Disinilah kita harus mengacu. Di dalam keberagaman pemikiran ini kita diajak untuk tetap beriman, ruku', dan sujud bersama memenuhi instruksiNya.
Semoga perbedaan yang kita miliki semakin menjadikan kita satu, kembali kepada kemurnian Al-Quran dan Hadits, sebagaimana pesan Rasulullah SAW beberapa saat sebelum wafatnya beliau, demi meraih kemenangan seperti yang dijanjikan Allah SWT.
Menata sebuah negara ibarat membangun rumah walaupun tidak identik. Arsitekturnya harus dipikirkan matang sehingga kelak tidak ditemui dalam jangka pendek retaknya tembok, keroposnya tiang, rontoknya genting hanya karena angin, bocornya pipa, dan lain-lain. Apakah untuk mempersiapkannya harus dibayar mahal? Bisa jadi. Namun diatas itu semua yang penting adalah perencanaan tadi. Bukankah rumah yang 'cantik' tidak harus selalu mahal? Kamar mandi tidak harus sama dengan ruang makan baik bentuk maupun ukurannya, demikian halnya kamar tidur dan ruang tamu. Meski demikian yang namanya kesan, terutama bagi tamu, harus jadi bahan pertimbangan. Pepatah mengatakan jika ingin tahu kebersihan asli sebuah rumah, lihatlah kamar mandinya.
Ibarat bangunan rumah tadi, Indonesia 'baru' berumur 56 tahun, masih terlalu muda jika dibanding Gedung Putih di Washington atau Penjara Versailles di Paris, apalagi Piramida di Mesir. Kalau luntur catnya, retak dindingnya, keropos tiang-tiangnya, siapa yang disalahkan? Arsiteknya pasti! Konstruksi kamar mandi yang kurang sempurna memberikan kesan perencanaan bangunan rumah tersebut ada yang kurang beres. Apakah dengan melongok Irian Jaya bisa dipakai sebagai gambaran Indonesia seutuhnya? Apakah Jakarta sama dengan Indonesia? Memang tidak! Namun melukiskan demikianlah sebagian wajah Indonesia. Inilah kualitas rumah kita. Inilah buah perbedaan yang dipetik sesudah ditanam puluhan tahun lalu dalam kerangka 'Bhinneka Tunggal Ika' yang kemudian 'dipoles' oleh Soeharto dalam wadah Orde Baru.
Kerusuhan, konflik antar etnik dan agama, demonstrasi serta berbagai bentuk penyelewengan pasca Orba ini merupakan pola pengekspresian perbedaan pendapat sebagian warga Indonesia sebagai akibat ketidakpuasan yang oleh sementara orang dikatakan sebagai tindakan destruktif, sekalipun para pelakunya menolak pendapat ini. Karena cara demikianlah satu-satunya yang dianggap tepat oleh mereka walaupun mereka sadar atau tidak sudah tahu akibatnya. Timbulnya kerusakan, macetnya lalu-lintas, melambungnya harga bahan pokok hingga melayangnya jiwa manusia adalah sebagian yang bisa disebut. Singkatnya, ini semua muncul karena adanya perbedaan tadi. Bisakah hal ini diselesaikan?
Perbedaan. Satu kata, akan tetapi bisa berakibat fatal jika tidak diakomodasikan dengan bijak. Dan semua itu bisa berangkat dari yang terkecil. Kita bersihkan kamar mandi sedikitnya sekali dalam seminggu. Menaruh sabun, sikat dan pasta gigi pada tempatnya, mengeringkan lantai sesudah mandi adalah pekerjaan yang 'ringan'. Adakah kerjaan ini 'sepele'? Kelihatannya ya! Namun pada dasarnya demikianlah sistematika kehidupan kita ini seharusnya 'dimulai'. Dari yang terkecil. Cara pandang kita boleh berbeda, artinya orang boleh berbeda pendapat dimana harus meletakkan sabun, sikat maupun pasta giginya, tapi harus pada tempatnya. Kebanyakan kita kurang memperhatikan faktor 'sepele' ini, sehingga tidak jarang penampilan rapi, berbaju keren, dasi lengket dengan parfumnya bisa jadi hanya mercusuar. Semu! Munafik kamus agama mengistilahkan.
Dalam konteks kenegaraan, adalah undang-undang yang mengatur dan mengikat seluruh bentuk hidup dan kehidupan seluruh warga negara dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Dalam melaksanakan konsep ini mestinya tidak berlaku sistim 'karang-mengarang'. Ibarat sebuah elektronik, sudah ada panduannya (operating instructions). Didalamnya terdapat berbagai macam komponen yang berbeda baik bentuk maupun fungsinya. Bila salah menekan tombol akan muncul 'error'. Barangsiapa yang meniru 'manual' ini, tidak akan bertahan lama, bukan 'original', alias palsu.
Adakah Bhinneka Tunggal Ika itu pil pahit yang dipaksakan untuk ditelan Bangsa Indonesia? Andai pun tidak dipaksakan toh Bangsa Indonesia sudah 'muntah' dalam 3 tahun terakhir ini sesudah 3 dasawarsa mendapat 'complement'. 'Sesungguhnya Al-Qur'an ini memberi petunjuk kepada jalan yang lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal soleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar' (QS. Al-Isra' : 9). Ayat ini memberikan acuan kepada kita untuk merujuk kepada aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, dicontohkan oleh Rasullah SAW kepada kita jika mengalami perbedaan yang tidak berujung penyelesaiannya mulai dari konflik perseorangan, rumah tangga hingga kenegaraan. Rasulullah bukan hanya Rasul pilihan Allah, namun juga pribadi, lelaki, suami, kepala rumah tangga, pemimpin serta negarawan terbaik yang pernah ada di muka bumi ini, yang hanya Allah SWT sebagai 'Arsitek'nya. Jika tidak merujuk kepada 'Operating Instructions' Nya, setiap individu akan menempuh cara mereka sendiri yang tidak jarang malah merusak.
Inilah fenomena yang kita hadapi saat ini. Pemimpin negara dan para alim ulama sudah kehilangan pamornya. Kalau sudah demikian, apalagi yang bisa diharapkan?
Perbedaan adalah Sunatullah. Bukankah Allah SWT menjadikan kita berbeda-beda supaya kita mengenal satu sama lain? Marilah kita terima perbedaan ini dengan tangan terbuka. Selama perbedaan itu positif dan akan membuahkan kemaslahatan bersama kenapa harus dipertentangkan? 'Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan berbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan' (QS. Al-Hajj : 77). Disinilah kita harus mengacu. Di dalam keberagaman pemikiran ini kita diajak untuk tetap beriman, ruku', dan sujud bersama memenuhi instruksiNya.
Semoga perbedaan yang kita miliki semakin menjadikan kita satu, kembali kepada kemurnian Al-Quran dan Hadits, sebagaimana pesan Rasulullah SAW beberapa saat sebelum wafatnya beliau, demi meraih kemenangan seperti yang dijanjikan Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar